WELCOME TO MY BLOG

Empat Belas

5.02.2015

Kampung Jawa di Polewali Mandar


Imigran yang baru tiba di Mapilliriver, Mandar.
Foto ini disalin dari Situs Web Tropen Museum Belanda (Pemotretan sekitar Tahun 1937)

Namanya Wonomulyo, tapi masyarakat Polman lebih senang menyebutnya sebagai Kampung Jawa. Di daerah ini, bahasa Jawa adalah bahasa keseharian masyarakatnya. Ketoprak, wayang dan Campursari juga sering dipentaskan.

Menurut sejarahnya, Wonomulyo sebelum terbentuk menjadi sebuah pemerintahan adalah wilayah yang diperintah dalam kekuasaan Distrik Mapilli dan Distrik Tapango sebagai daerah Swapraja.

Wonomulyo sebelumnya adalah hutan belukar dan kemudian dibuka untuk lahan pemukiman dan lahan pertanian. Sebelum kedatangan penduduk dari pulau Jawa melalui Kolonisasi (Transmigrasi) dipimpin oleh kepala rombongan yang bernama R.Soeparman.

Kedatangan penduduk dari pulau Jawa bertahap dari tahun 1937 sampai dengan tahun 1941 berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Dengan perubahan kondisi hutan menjadi daerah pemukiman sekaligus melahirkan nama Wonomulyo yang berarti dan Kawasan Hutan yang melahirkan kebahagiaan, kemuliaan, kemakmuran.

Wonomulyo dalam bahasa Jawa yang terdiri atas dua suku kata yakni: Wono yang berarti hutan dan Mulyo yang berarti Mulya. Seiring dengan berjalannya kehidupan para transmigran maka pada tahun 1940 dibentuklah Wonomulyo menjadi Kecamatan dan didirikan pula Poliklinik dan Masjid Raya. Setahun itu, kemudian dibangunlah irigasi Gamo-Gamo yang luas wilayah mengairi area mulai dari dusun Lamongan sampai dusun Kebunsari yang bertujuan untuk meningkatkan bidang pertanian.

Kedatangan R.Soeparman bersama rombongan juga disertai beberapa tenaga terampil di beberapa bidang seperti tenaga pengajar (Guru), Tenaga Kesehatan yang dikepalai oleh R.Subaker, bidang pertanian (Land Baw) yang dikepalai oleh R. Sukiran dan bidang pertanahan dikepalai oleh Tahalele yang pada waktu itu dikenal dengan sebutan Mentri Ukur dan sejumlah bidang lainnya. Sehingga sangat menunjang usaha perbaikan kehidupan kearah yang lebih baik untuk para warga kolonisasi (Transmigrasi) ketika itu.

Wonomulyo pada waktu itu membawahi wilayah kampung, Sidodadi, Sumberjo, Sidorejo, Bumiayu, Kebun Sari, Nganjuk, Nepo, Simbang, Kebumen.

Sebelum kolonisasi (transmigrasi) datang di wilayah ini semua sarana telah disiapkan antara lain Rumah Jabatan Asisten Wedana (Camat). Pendopo (Balai Pertemuan, Selapan-selapan (tempat pertemuan selama tiga puluh lima hari) Bedeng-bedeng (gudang-gudang penyimpanan makanan), bibit dan perkakas pertanian, Poliklinik, Lapangan, Pasar, tanah Lanbau (perkebunan) yang sekarang digunakan sebagai pasar ikan.

Pesangrahan artinya tempat untuk peristirahatan, menginap, tempat singgah tamu-tamu dari propinsi lain.

Untuk mengabadikan nama dari R. Soeparman, maka namanya digunakan sebagai nama jalan dan pasar di Wonomulyo.

Seiring berjalannya waktu, kini Wonomulyo menjadi pusat perdagangan dan pertanian di Kabupaten Polman. Dengan itu, maka Wonomulyo juga menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat lain (suku lain).

Dengan luas wilayah 72,82 km, kini Wonomulyo dihuni oleh 45.858 ribu jiwa.

Menurut Camat Wonomulyo, Sakinah bahwa di Kecamatan Wonomulyo dihuni oleh berbagai macam suku bangsa.

“Di sini ada suku Jawa, Mandar, Bugis dan Toraja, dan mereka berbaur dengan rapi,” kata Sakinah.

Hal yang membuat pembauran suku dengan kehidupan yang saling menghargai tersebut, masih berdasarkan keterangan Sakinah, bahwa di Wonomulyo sernua suku terwadahi dengan porsinya masing-masing, disamping ada proses pembauran melalui perkawinan silang antar suku.

Kalau dari bahasa dan cara berbicaranya, di Wonomulyo kita akan kesulitan membedakan mana orang Mandar, orang Jawa, ataupun Bugis, karena rata-rata warga Wonomulyo menguasai beberapa bahasa dari suku lain. Adalah hal yang wajar, ketika warga Wonomulyo berbicara, maka akan muncul beberapa bahasa. Misalnya pertanyaannya menggunakan Bahasa Jawa, maka lawan bicara tidak akan canggung menjawabnya dengan Bahasa Bugis, dan mereka saling mengerti!.

Namun ada hal yang menarik di Wonomulyo meskipun mereka berbeda suku, tetapi identitas mereka(termasuk suku Jawa) masih terjaga, ini terbukti dengan budaya, adat, dan kebiasaan orang Jawa yang masih dilakukan.


 

oleh Nurdin Pratama

 disalin dari warta Kominfo Polman Tahun VI 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saya Islam dan saya Orang baik. Jadi, jika ingin meninggalakan pesan atau komentar saya mohon dengan menggunakan kata-kata yang sopan.