
Imam Lapeo
dilahirkan pada tahun 1839. Di masa mudanya setelah memasuki jenjang
rumah tangga, Imam Lapeo bernama resmi Muhammad Thahir. Ia pernah
berguru kepada beberapa sosok ulama kharismatik di Mandar. Pada
kesempatan selanjutnya, ia bahkan pernah menuntut ilmu kepada Syekhona
Mbah Kyai Kolil di Bangkalan, Pulau Madura. Pada saat nyantri di
Bangkalan ini, ia berteman sangat akrab dengan Hasyim Ashari dan
Muhammad Darwis. Ketiga santri Mbah Kyai Kolil inilah yang kemudian
melanjutkan menuntut ilmu ke Mekkah, sekaligus menunaikan ibadah haji.
Sekembalinya dari Mekkah, Muhammad Thahir
kembali ke Mandar dan menyebarluaskan ilmu agamanya di wilayah Pulau
Sulawesi bagian Tengah yang pada saat ini termasuk dalam wilayah
Provinsi Sulawesi Tengah dan Barat. Setelah sekian lama berdakwah dengan
berpindah-pindah tempat, Muhammad Thahir selanjutnya menetap di desa
Lapeo. Dari nama dusun inilah namanya kemudian lebih dikenal sebagai
Imam Lapeo.
Imam Lapeo merupakan seorang ulama yang
sangat tinggi ilmunya. Meskipun demikian, ia dikenal sebagai sosok yang
sangat sederhana dan tawadhu. Kealiman dan kesholehan akhlak sosok Imam
Lapeo telah menjadikan penduduk di wilayah Mandar tertarik untuk memeluk
agama Islam secara suka rela. Dakwah Imam Lapeo dikenal menggunakan
metode sederhana yang berlandaskan nilai-nilai budaya lokal. Metode
tersebut sangat mirip dengan cara dakwah para wali di Tanah Jawa yang
dikenal sebagai Dewan Wali Songo. Karena itu banyak orang menjuluki Imam
Lapeo sebagai walinya Tanah Sulawesi.
Perihal Imam
Lapeo ini, terus terang sayapun belum terlampau lama mengenal kisah
sosok beliau. Dalam berbagai kesempatan pagelaran majelis maiyyah, Cak
Nun memang sempat beberapa kali menyinggung sosok Imam Lapeo. Masa hidup
Imam Lapeo memang bersamaan dengan Kyai Hasyim Ashyari, pendiri
Nahdzatul ‘Ulama dan juga Kyai Ahmad Dahlan yang mendirikan
Muhammadiyah. Ketiganya dikenal pernah sama-sama berguru kepada Syekhona
Mbah Kyai Kolil di Bangkalan.
Imam Lapeo dikenal sangat akrab dan dekat
dengan ummatnya. Konon, masih menurut Cak Nun, pengakuan ummat Islam di
wilayah Mandar kepada Imam Lapeo sudah sangat sedemikian dalamnya. Tidak
ada doa yang dipanjatnya ummat Islam di Mandar tanpa terlebih dulu
menghadiahi Imam Lapeo dengan bacaan ummul qitab. Bahkan para nelayan di
wilayah barat Pulau Sulawesi sangat yakin mampu menakhlukkan badai dan
angin topan yang menerjang lautan hanya cukup dengan menyebut nama Imam
Lapeo. Mereka seolah menyandarkan pertolongan Allah melalui sosok Imam
Lapeo.
Masjid Nurut Taubah di daerah Lapeo
merupakan masjid yang dibangun awal oleh Muhammad Thahir. Di masjid ini
pulalah Imam Lapeo menyebarluaskan agam Islam hingga ke pedalaman
Sulawesi melalui sebuah pesantren yang dirintisnya. Hingga saat ini
keberadaan pesantren yang didirikan oleh Imam Lapeo masih berdiri dan
pengelolaannya dilanjutkan oleh anak-cucu dan para santri Imam Lapeo.
Imam Lapeo
meninggal pada tahun 1952. Jasadnya dikebumikan di sisi kanan Masjid
Nurut Taubah. Kebesaran nama Imam Lapeo seolah tetap senantiasa hidup,
meski jiwa raganya telah berpindah ke alam barzah. Kesholehan dan
ketakdziman ilmu Imam Lapeo masih dirasakan oleh ummat Islam di wilayah
Mandar dan Pulau Sulawesi pada umumnya. Hal ini terbukti dengan
senantiasa hilir mudik kaum muslimin dari berbagai penjuru Nusantara
berziarah ke makamnya. Namanya begitu besar dan tak lekang oleh jaman.
Ia memang sosok yang layak menyandang sebutan Wali Songo dari Sulawesi. Al Fatihah untuk sosok Beliau Imam Lapeo! Al Fatihah………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saya Islam dan saya Orang baik. Jadi, jika ingin meninggalakan pesan atau komentar saya mohon dengan menggunakan kata-kata yang sopan.